Bertani di Lahan Sempit, Metode Urban Farming memiliki Peluang Bisnis Besar
Pada Kamis, 26 November 2020 Program Studi Rekayasa Pertanian melaksanakan kuliah tamu BA3109 Perancangan Pertanian Terpadu secara daring melalui Zoom Meeting dengan narasumber Mark Sungkar (MS Farm), dan moderator Dr. Ramadhani Eka Putra. Kuliah tamu ini dihadiri kurang lebih sebanyak 230 peserta yang terdiri dari berbagai kalangan. Selain mahasiswa ITB, terdapat juga mahasiswa dari UNDIP, UI, dan Sekolah Tinggi Pertanian Haji Agus Salim Bukit Tinggi, dosen, dan peserta umum yang berasal dari institusi lain yang terkait. Topik yang diangkat dari kuliah tamu ini adalah urban farming dan peluang bisnis.
Dalam pemaparannya, Bapak Mark Sungkar, menceritakan awal mula ketertarikannya pada bidang urban farming. Pada awalnya beliau tidak menyadari telah mengaplikasikan sistem pertanian akuaponik, karena bidang yang selama ini beliau tekuni adalah bidang arsitektur. Dalam merancang sebuah bangunan, dengan ilmu arsitektur yang dimilikinya beliau mencoab untuk mengkombinasikan kolam ikan, relief air terjun buatan, dan tanaman di setiap rumah yang beliau desain. Seiring berjalannya waktu, melihat kondisi populasi manusia yang semakin meningkat dirasa perlu adanya upaya untuk mempertahankan ketahanan pangan, salah satunya melalui budidaya praktik pertanian yang modern, yaitu urban farming.
Pak Mark Sungkar pun mulai mencoba melakukan praktik urban farming dengan menggunakan growbed untuk menaman jagung, padi, kangkung, dan seleda dan dintegrasikan dengan ikan, sehingga praktik budidaya pertanian yang beliau lakukan tidak menggunakan pupuk tambahan. Selain itu beliau pun melakukan budidaya tanaman hias di dalam green house seluas 1000 m2. Menurutnya, perbedaan antara hidroponik dan akuaponik terletak pada nutrisi dan sirkulasi yang terdapat pada masing-masing sistem. Beberapa sistem pertanian urban farming yang paling banyak diaplikasikan oleh masyarakat banyak antara lain sistem gravitasi, sistem vertikal, horizontal sistem apung, dan berbagai sistem lainnya.
Kendala yang pernah beliau alami selama melakukan praktik budidaya akuaponik antara lain saat menanam lada, tomat, atau paprika yang membutuhkan salinitas tinggi namun ingin mengkombinasikan dengan budidaya ikan air tawar yang membutuhkan salinitas rendah. Namun berkat kegigihannya, beliau pun mampu memadukan kedua hal tersebut. Salah satu praktik budidaya akuaponik yang berhasil beliau lakukan adalah menanam padi dengan sistem akuaponik pada rooftop sekolah di Swiss dan Hongkong. Beliau pun berhasil menanam singkong, ubi, dan kentang yang ditanam menggunakan sistem aeroponik dengan penyinaran lampu LED. Selain akuaponik, dalam kesempatan ini beliau juga menjelaskan praktik urban farming lainnya seperti teknik landscape aquaponic yang meliputi outdor vertical garden, indoor vertical garden, dan roof garden yang dapat diterapkan pada bangunan perkantoran maupun rumah pribadi. Untuk memberikan gambaran kepada peserta, beliau pun memperlihatkan praktik urban farming yang dilakukan di luar negeri seperti Jepang yang menanam berbagai jenis tanaman di area perkantoran untuk memberikan suasana alam dan mengurangi tingkat stress para pekerjanya,
Setelah pemaparan materi, acara pun dilanjutkan dengan sesi foto bersama (Gambar 1) dan sesi foto bersama. Dengan adanya kuliah tamu ini, diharapkan dapat menginsipirasi anak muda dan memberikan pemahaman bahwa melalui pertanian selain meningkatkan dan mempertahankan ketahanan pangan, juga dapat bernilai estetika untuk memperindah lingkungan sehingga di masa depan akan lebih banyak lagi anak muda yang lebih tertarik pada bidang pertanian. Pada akhir sesi, Pak Mark Sungkar juga memberikan pesan menyentuh bagi pada generasi muda, yaitu, “Bertani tidak ubahnya seperti menjaga anak-anak kita. Menjaga dari kekurangan gizi dan serangan penyakit.”